Kamis, 31 Desember 2009

Pengalaman Mengikuti Bimbingan KTI-0nline

Guru mentok di golongan IV/a? Jadilah guru peneliti. Karena melalui penelitian, guru akan dinilai layak tidaknya naik ke golongan IV/b. Walaupun saya sudah bersusah payah menulis artikel (opini) di berbagai media massa, namun kalau yang ditulis itu tidak sesuai dengan bidang studi, dalam kenaikan golongan ke IV/b tidak akan mendapat angka kredit. Berbeda dengan penilaian dalam portofolio sertifikasi guru, tulisan yang dimuat di suratkabar/majalah dan tidak relevan dengan bidang studi, masih mendapat skor. Oleh karena itu saya mendaftar bimbingan karya tulis ilmiah di KTI-0nline, dan alhamdulillah terjaring.
Selama kurang dari 3 bulan saya mengikuti bimbingan, dibimbing oleh pakar, mulai dari persiapan (penyusunan proposal) sampai dengan penyusunan laporan hasil penelitian. Dari pengalaman tersebut, ada beberapa tips agar proses bimbingan berjalan lancar dan tepat waktu. Pertama, kuasai ketrampilan menulis. Ketrampilan menulis hanya dapat dikuasai kalau kita terbiasa menulis dan membaca. Kedua, kuasai model-model penelitian. Dengan membaca buku-buku tentang penelitian serta hasil-hasil penelitian rekan guru yang lain, kita akan mendapat gambaran model penelitian seperti apa yang sekiranya mampu dilakukan oleh kita. Ketiga, setelah menetapkan model penelitian, kumpulkan dan pelajari daftar pustaka, sebagai landasan teoritis sesuai dengan topik yang dibahas. Keempat, kemampuan menggunakan komputer dan internet. Lebih baik lagi kalau kita mempunyai fasilitas internet sendiri di rumah.
Biasanya pembimbing mensyaratkan karya tulis dibuat perbab. Hasil koreksi ditandai dengan warna merah dan biru. Jika pembimbing agak telat dalam membimbing, peserta harus proaktif yaitu dengan cara menghubungi pembimbing melalui alat komunikasi lain, bisa melalui telepon, telepon genggam atau email pribadi.
Jika Anda tidak terjaring dalam KTI-Online via internet, Anda dapat mengikuti KTI-Online di perguruan tinggi di mana terdapat lembaga penelitian. KTI jenis ini disebut juga KTI mandiri, artinya penelitian yang dibiayai sendiri (swadana). Kelebihan jenis penelitian ini, hasil penelitian guru dapat masuk Jurnal penelitian dan diseminarkan. Hal ini tentu saja akan menambah kum.

Senin, 28 Desember 2009

Kualitas (Calon) Guru dan Sertifikasi


Banyak tudingan dialamatkan kepada guru sehubungan dengan rendahnya kualitas guru. Namun bagaimana reaksi guru menghadapi tudingan tersebut? Jarang terdengar. Jarang ada penelitian mengapa guru menjadi tidak bermutu.
Banyak faktor yang menyebabkan guru tidak bermutu, baik faktor intern (pribadi guru), maupun ekstern. Pertama, kualitas input (calon guru) yang tidak memadai, menjadi guru hanya pilihan kedua. Atau menjadi guru dengan harapan mudah mendapat pekerjaan. Kedua, praktik keguruan dan kependidikan bagi calon guru relatif singkat, kurang lebih 3 bulan. Idealnya, minimal 6 bulan (satu semester). Ketiga, kompetensi guru pamong (dosen luar biasa). Guru pamong harus memiliki kesesuaian dengan mata pelajaran yang diajarkannya kepada siswa dengan latar belakang pendidikannya. Keempat, aksesibilitas terhadap sumber informasi kurang (tidak sampai kepada guru), dan guru itu sendiri kurang proaktif mencari informasi yang berhubungan dengan profesinya. Kelima, kegiatan penataran, pelatihan, seminar, workshop tidak merata diikuti semua guru. Keenam, kurangnya ketersediaan waktu guru untuk persiapan mengajar. Kesibukan guru untuk mencukupi kesejahteraan keluarganya menyebabkan guru kurang fokus dalam mempersiapkan materi pelajaran. Ketujuh, terlalu banyak kelas dan siswa yang dipegang oleh guru melebihi kemampuannya sebagai guru, ditambah waktu guru tersita untuk mengerjakan administrasi sekolah, sehingga tidak ada waktu untuk pengembangan diri. Kedelapan, faktor manajemen sekolah yang memberlakukan manajemen otoritatif (like and dislike) dalam menunjuk guru pada jabatan tertentu.
Pemerintah telah mencanangkan UU Guru dan Dosen. Harus ada sinergi antara usaha pemerintah, kualitas lembaga pencetak guru/kompetensi dosen yang mengajar mahasiswa (calon guru) dan kompetensi guru pamong. Calon guru hendaknya ditangani oleh dosen/guru yang telah memiliki sertifikasi. Selain itu harus ada penelitian, berapa kelas/siswa yang ideal yang ditangani seorang guru. Jangan hanya terpatok kepada kewajiban mengajar 24 jam/minggu, karena setiap mata pelajaran mempunyai bobot jam yang berbeda.

Minggu, 27 Desember 2009

Manajemen Partisipatif, Model Paling Pas dalam Memenej Guru

Dalam kegiatan persekolahan, sering kita temui ada guru yang sangat aktif. Sebaliknya, ada juga guru yang tidak aktif, alias datang ke sekolah hanya untuk mengajar. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain faktor dari guru itu sendiri, maupun faktor dari luar yaitu manajemen sekolah. Dalam manajemen otoritatif, kepala sekolah menggunakan kekuasaannya dalam menentukan guru yang dilibatkan dalam kegiatan kepanitiaan atau yang dipercaya memegang jabatan. Kekurangan model ini bisa menimbulkan apatisme, kejenuhan dan ketidakpuasan di kalangan sebagian guru, karena merasa tidak diperhatikan. Dampak dari penerapan model ini adalah timbulnya gesekan antar rekan sekerja sebagai luapan ketidakpuasan. Model manajemen yang paling pas yaitu manajemen partisipatif. Penerapan manajemen ini melibatkan dan mengakomodasi suara setiap guru. Setiap guru diberi kesempatan dan kepercayaan yang sama untuk mengembangkan potensi dirinya dengan secara bergiliran menduduki suatu jabatan/kepanitiaan. Sehingga dalam pribadi guru tersebut timbul rasa percaya diri, terutama diharapkan tumbuh bibit kepemimpinan. Untuk kelancaran rotasi ini, kepala sekolah hendaknya memiliki peta karier guru. Hal ini tentunya harus diimbangi sikap guru itu sendiri, yaitu mau mengikuti perubahan dan perkembangan jaman, rajin serta disiplin.
Penerapan manajemen partisipatif sejalan dengan digulirkannya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), yang menekankan kemampuan profesional guru. Dengan MBS, diharapkan dapat mengangkat harkat, martabat dan kualitas guru, sehingga tidak ada lagi stigma guru malas, guru pasif, guru apatis. Stigma tersebut kalau dibiarkan melekat akan merugikan siswa.

Sabtu, 19 Desember 2009

Pengalaman Melamar Jadi CPNS

Saya lulus dari institut keguruan tahun 1986. Berkat nilai yang saya peroleh selama kuliah, begitu lulus saya langsung diterima mengajar sebagai guru honorer pada salah satu SMA swasta favorit. Ketika ada pengumuman lowongan pengangkatan calon pegawai negeri sipil (cpns), saya melamar sebagai cpns guru SMA dan dosen. Sehingga saya mempunyai 2 kartu ujian. Berdasarkan berbagai pertimbangan, antara lain karena waktu itu saya baru lulus dan sudah lelah belajar, maka saya memilih ikut ujian cpns guru SMA (Rabu, 3 September 1986). Sebuah keputusan yang akhirnya sangat disesali oleh salah satu dosen saya.
Dengan mulus akhirnya saya lolos tes cpns guru SMA, tanpa koneksi tanpa uang sogok. Namun kesempatan ini tidak saya ambil. Saya malah melamar menjadi dosen tetap pada salah satu institut keguruan swasta di Kediri (Jawa Timur), dan alhamdulillah diterima pada 1 Maret 1987 dengan gaji pokok Rp.64.800,- (80%). Selama di sana, saya mencoba melamar sebagai wartawati salah satu surat kabar terbesar di Jawa Timur. Sampai sekarang saya masih menyimpan kartu testingnya, yaitu Kamis 17 Maret 1988. Namun begitu sampai di tempat ujian, saya mengurungkan niat. Senin, 5 September 1988 saya ikut ujian cpns Kopertis wilayah VII di Surabaya, tetapi tidak lolos.
Suatu saat, Ayah saya datang ke tempat kost saya di Kediri dan menyerahkan surat panggilan mengikuti pelantikan sebagai cpns guru SMA. Saya kaget, karena sudah lebih dari setengah tahun surat panggilan saya abaikan. Namun tiba-tiba ada surat panggilan untuk mengikuti pelantikan, tetapi dengan syarat harus menyertakan alasan ketidak hadiran saya dalam pelantikan sebagai cpns guru SMA pada Kamis, 23 Pebruari 1988. Setelah saya pertimbangkan dari berbagai aspek, akhirnya saya memilih menjadi cpns guru SMA. Saya mengundurkan diri sebagai dosen tetap yayasan pada November 1988. Secara resmi sebetulnya saya sudah diterima menjadi cpns guru SMAN terhitung 1 0ktober 1987, dengan gaji pokok 80% x Rp.81.000,- = Rp.64.800.-, dan tunjangan jabatan Rp.20.000,-.
Mungkin ada yang berpendapat, menjadi cpns pada masa Orde Baru lebih mudah. Tidak juga. Rekan-rekan saya ada yang harus melalui beberapa kali testing. Jadi kepada guru (honorer, gtt) yang akan menjadi cpns, yakinlah dengan jalan lurus, tidak perlu mencari koneksi atau memberikan uang pelicin (sogok). Suatu saat Tuhan akan menunjukkan jalanNya, asal kita tetap berusaha.

Kamis, 10 Desember 2009

TBC Tulang (III)

Di rumah, 4 tablet obat TBC Rimstar 4-FDC saya minum tiap pagi sebelum makan. Lyrica 2x pagi dan malam, Telfast pagi saja, Coditam, serta racik salep untuk obat gatal di tangan dan kaki. Siangnya saya minum Osfit vitamin tulang. Aerius 2x, siang dan malam.
Dua minggu sepulang dari rumah sakit, saya kontrol ke dokter ahli syaraf. Beliau mengatakan, penyakit yang saya derita termasuk langka. Tuhan masih melindungi, karena kuman tidak sampai menyerang otak. Kalau pun nanti jadi dioperasi pasang pen di ruas tulang leher kiri C1, sebaiknya pro kontra dan sebaiknya dilakukan di rumah sakit di Singapura, sebab sangat riskan.
Dua hari kemudian setelah saya kontrol ke dokter spesialis syaraf, saya kontrol ke dokter spesialis tulang. Oleh dokter terakhir ini saya dirujuk untuk pemeriksaan rontgen thorax. Obat TBC yang rutin saya minum tiap pagi, sekarang dosisnya dikurangi menjadi 3 tablet. Osfit masih jalan terus, sehari 1x.
Setelah melakukan kontrol ke dokter-dokter tersebut, saya merasa sehat, sehingga berani jalan-jalan ke luar rumah menggunakan kendaraan angkot tanpa brace (semacam korset penyangga batang tubuh). Saya sempat mengambil uang tabungan. Kemudian pada 17 November 2009, saya mengurus kartu ASKES. Fasilitas ini tidak saya gunakan untuk biaya opname di rumah sakit yang menghabiskan lebih dari 20 juta. Hari minggu (21 November 2009) saya sempat mengikuti seminar internasional. Saya berangkat naik angkot karena kalau menyetir mobil sendiri saya khawatir dengan kondisi kesehatan saya. Selama seminar saya tidak bisa konsentrasi, karena terus menahan leher kiri yang memakai collar lunak sehingga terasa tegang dan kaku. Saya sempat menitikkan air mata, akankah karier saya sebagai guru akan berakhir? Ada seorang Ibu dari Aceh memperhatikan saya. Katanya tidak tega melihat saya sedih. Tanggal 28 November 2009 saya dirontgen Thoracalis LAT, Thoracalis AP, Cervival AP Open Mout. Thoracalis LAT : tampak deformitas corpus vertebrae Th.6 yang terlihat pada posisi lateral. Pedicle masih dalam batas normal. Skoliasis vertebrae thoracalis. Kesan : deformitas corpus vertebrae Th.6 skoliasis vertebrae thoracalis.
Beberapa hari kemudian, ketika saya bangkit dari tiduran di sofa, tiba-tiba secara mendadak urat di kepala saya seperti saling tarik-menarik dengan kencang. Rasanya seperti tulang beradu tulang atau mau lepas? Entahlah... , yang jelas saya tidak kuat menahan rasa sakit, sehingga saya berteriak-teriak. Untuk meredakan rasa sakit, saya berusaha rebah di atas karpet. Saya terus menangis sampai kelelahan. Seiring berjalannya waktu, secara berangsur-angsur akhirnya rasa sakit menghilang. Saya kemudian pindah tempat tidur ke kasur. Setelah makan malam, saya minum obat anti nyeri Coditam tablet. Esoknya, karena tidak mau rasa sakit berulang, ”brace” yang sempat saya lepas saya kenakan lagi di tubuh saya. Setelah itu, saya tidak mau lepas dari "brace". Saya sangat trauma dengan rasa "sakit" yang luar biasa ini. Brace baru saya lepas kalau saya mau mandi.
Rasa sakit kembali berulang ketika akan memposting tulisan di internet. Karena kepala saya tegang dan lelah, saya bermaksud "rebahan" dulu di kasur. Kepala saya ganjal dengan tangan. Saat itu pula urat belakang kepala saya seperti ditarik. Saya menangis kesakitan, "Ya Allah, ampunillah segala dosa-dosaku". Saya sudah tidak kuat menahan rasa sakit ini. Saya minta maaf kepada orang-orang terdekat dan juga beberapa teman melalui sms. Saya merasa kehidupan ini akan berakhir. Namun secara berangsur-angsur akhirnya rasa sakit reda. Sejak 2 kali peristiwa sakit itu, saya ekstra hati-hati. Namun adakalanya saya lupa dengan rasa "sakit" yang pernah saya rasakan. Terutama saat akan tidur, karena setelah itu masih ada satu kejadian lagi yang menimbulkan rasa sakit, tetapi tidak sedahsyat pada kejadian yang pertama.
Tidak terasa sudah 2 bulan saya tidak masuk kerja. Untuk menghilangkan kejenuhan, saya membaca koran, membalas sms survey dari koran cetak KOMPAS, menulis dan kemudian mempostingnya ke blog saya, jalan-jalan di dunia maya dari blog ke blog, melihat desainnya, isinya dan kalau menarik membaca tulisan-tulisannya, kadang-kadang memberi komentar dan meninggalkan alamat blog. Melalui blog, saya mendapat pengetahuan yang berharga tentang TBC tulang (penyebab, obat dan penanggulangannya), serta membaca pengalaman orang lain yang pernah menderita TBC tulang. Saya berusaha mengubah pola hidup saya, dan yang terpenting tidak lagi meremehkan sinar matahari pagi untuk kesehatan tulang-tulang saya.
Berat badan saya kini terus bertambah. Menderita penyakit ada hikmahnya juga ya. Sebelum kena penyakit tbc, badan saya kurus, sulit untuk gemuk. Kondisi ini berlangsung lebih dari 25 tahun. Saya pernah konsultasi ke dokter internist di kota kecil, kemungkinan saya menderita anorexia nervousa. Pernah ada orang menawarkan obat gemuk karena kasihan melihat tubuh saya yang kurus, tetapi saya tolak. Walaupun kurus, saya merasa sehat (bahasa Jawa, ”kiyeng”). Ahli prana mengatakan, sebetulnya saya sudah lama mengidap penyakit tbc tulang.
Selama sakit saya banyak melakukan refleksi. Penyakit TBC tulang yang saya derita adalah akumulasi kecemasan dan kesedihan, serta idealisme yang berlebihan. Akumulasi ini menyebabkan fisik dan mental saya semakin melemah, sehingga dengan mudah kuman menyerang organ tubuh saya. Untuk kehidupan mendatang, saya harus menjaga ekstra hati-hati harta saya yang paling berharga, tulang-tulang saya yang sudah terkena TBC.

TBC Tulang (II)

Tanggal 27 Oktober 2009 sore hari saya diopname di rumah sakit. Malamnya, tangan kiri saya mulai diinfus. Lima hari pertama di rumah sakit saya ditangani 3 dokter spesialis (internis, syaraf, tulang). Saya menjalani pemeriksaan radiologi CT-Brain Scan, MR Brain, Thorax, USG Cervival, darah, mantoux test (ppd). Hasilnya saya mengalami anemia hipokrom mikrositer, hamoglobin 10,4, fosfatase alkali-H 180, curiga spondylitis TBC T5, 6, 7 dengan paravertebral abscess, lesi osteolitic C1 & condylus occipitalis (L) + prevertebral infiltrat & cervical neuralis C1-2 (CT-Brain Scan), curiga spondylitis TBC T5, 6, 7 dengan paravertebral abscess mencurigakan osteomyelitis & ibfiltrat TBC (MR-Brain), observasi neck pain + TB (Thorax), nyeri tekan paravertebrata setinggi C4? tak jelas adanya massa. Obat-obatan yang saya minum yaitu Lyrica pregabalin 50 mg, Telfast HD 180 mg Tab, Coditam Tab, Rimstar 4-FDC, Aerius 5 mg dan Methycobal 500 pg. Untuk mengatasi anemia, saya dinfus darah sebanyak 2 labu. Karena selama ini yang saya keluhkan sakit di leher kiri, maka setelah menjalani berbagai pemeriksaan, akhirnya dokter-dokter yang menangani saya baru mengetahui dan kemudian menyimpulkan, bahwa sakit di leher kiri saya ternyata ada hubungannya dengan tulang punggung saya yang terkena TBC. Ibarat selang, kuman merayap ke atas, dan menggerogoti tulang leher kiri saya (C1), sehingga terjadi destruksi. Dokter ahli tulang menyarankan, setelah 2 minggu pengobatan TBC sebaiknya dipasang pen di tulang yang terkena destruksi, sambil absesnya dibersihkan.
Pada hari keempat, leher saya mulai dipasang cervical collar s lunak. Namun untuk ke kamar mandi, saya masih turun pelan-pelan dan kepala masih harus disangga dengan tangan.
Pada hari kelima, kulit di tangan dan paha saya bentol-bentol. Hal tersebut diketahui oleh suster yang melap tubuh saya. Saya tidak menyadarinya, dan menduga mungkin karena tempat tidur saya ada sedikit remah makanan yang jatuh sehingga terasa gatal di tubuh. Selama opname, saya sulit duduk, sehingga makan pun dalam posisi tidur miring ke kiri. Sampai hari kelima, saya masih difisioterapi, tidak lagi di leher tapi di punggung. Belakangan saya baru mengetahui, fisioterapi ini tidak banyak manfaatnya.
Pada hari keenam, pada pagi hari brace (rompi penyangga batang tubuh) dan cervical collar s keras dicoba dipakaikan oleh suster. Tetapi saya malah menangis kesakitan, leher saya tidak kuat menahan dalam posisi duduk. Saya ingin terus rebah. Sore harinya, dokter spesialis syaraf melihat bentol-bentol di kulit saya, menandakan adanya alergi obat, sehingga menyuruh suster memanggil dokter spesialis kulit. Pada hari ketujuh, tanggal 31 November 2009 siang, saya pulang. Dengan memakai kursi roda, saya menuju mobil di garasi dengan posisi kepala terus miring kekiri menahan rasa sakit. Di mobil, saya tiduran rebah pakai bantal.

TBC Tulang (I)

Penyakit TBC tulang yang menyerang saya berawal dari rasa sakit di punggung, sekitar pertengahan Juli 2009. Saya mengira hanya pegal biasa. Karena lebih dari seminggu tidak sembuh juga, Sabtu (25/7-2009) saya ke dokter (umum). Oleh dokter saya diberi resep obat Plantacid Forte (obat mual/kembung) tidak saya minum, Ostelox 15 mg (obat pegel/nyeri) hanya beberapa kali saya makan dan Alganax-o,5 Alprazolam 0,5 mg (tidak saya makan sama sekali).
Punggung saya rasanya tebal. Saking sakitnya, untuk bangun tidur pun sulit, harus dalam posisi miring. Kondisi ini berlangsung sebulan, tapi saya biarkan. Mungkin karena kesibukan pekerjaan. Bahkan saya sempat menyetir mobil yang jaraknya jauh sekali ke luar kota Bandung (kabupaten), menghadiri seminar pendidikan internasional (2 Agustus 2009). Saya juga sempat ke Nganjuk naik kereta api Argo Willis menengok famili yang hampir 20 tahun tidak bertemu. Pulangnya mampir ke Madiun dan menginap semalam, karena di stasiun Nganjuk kehabisan tiket. Setelah satu bulan, sakit punggung berangsur menghilang. Kemudian memasuki bulan puasa, punggung sudah tidak terasa sakit lagi. Menjelang bulan puasa berakhir, tiba-tiba leher di sebelah kiri terasa sakit/pegal. Untuk menengok ke kiri pun sulit. Sehingga kalau menyetir mobil, saya hanya bisa lurus ke depan. Kalau mobil mundur ke luar garasi, satu-satunya yang bisa saya andalkan hanya kaca spion di atas kepala saya. Dalam kondisi seperti ini, saya masih bisa menyetir mobil sampai keluar kota Bandung (Cimahi) mengunjungi sahabat lama melewati jalan tol. Oleh sahabat saya disarankan leher kiri saya yang sakit digosok pakai obat gosok. Akan tetapi saran ini tidak saya ikuti. Rekan-rekan saya di sekolah mengira posisi tidur kepala saya salah, sehingga menyebabkan otot terjepit. Beberapa rekan menyarankan, supaya leher yang sakit dipukul dengan bantal yang sudah dijemur. Yang lain menyarankan supaya saya dipijat therapy. Saya sempat menjalankan saran yang terakhir ini. Untung baru satu kali dipijat. Saya baru tahu kemudian, pijatan ternyata sangat berbahaya, karena justru menyebabkan kuman TBC menyebar.
Sakit di leher kiri menyebabkan saya tidak bisa menghadiri acara silaturahmi halal bihalal yang diadakan sekolah. Namun saya masih sempat mengajar lebih kurang 2 minggu, dan mengontrol kinerja perpustakaan. Karena leher kiri saya tidak sembuh juga, akhirnya saya periksakan ke dokter (umum), tetapi hanya diberi obat pelemas otot dan obat pegal. Kemudian saya dirujuk supaya tulang saya dirontgen. Hasil x-ray photo CERVIVAL LATERAL: corpora vertebralis, disci dan pedicle baik, curve lurus, alignment normal, tidak tampak kalsifikasi jaringan lunak. Kesan: curve vertebrae cervicalis lurus ec/spasme otot?
Rasa sakit di leher kiri saya mencapai puncaknya setelah 2 minggu hari Raya Idul Fitri. Kepala saya seperti ditusuk-tusuk. Karena tidak kuat menahan rasa sakit, saya berteriak-teriak menangis kesakitan, tidak tahu harus berbuat apa dan bagaimana untuk meredakan rasa sakit ini. Saya kompres dengan handuk hangat, di tempel di leher kiri tetapi tetap tidak menolong. Karena kelelahan menangis dan menahan rasa sakit, saya ke tempat tidur dan merebahkan kepala saya tanpa bantal. Rasa sakit mulai berkurang. Keesokan hari, pagi-pagi, saya bangun pelan-pelan sambil leher kiri terus ditekan. Siangnya, saya tidur siang. Agak lama saya tertidur, sore hari saya bangun. Saya langsung menjerit-jerit kesakitan. Gerak refleks saat bangun menimbulkan kesakitan yang luar biasa, bahkan lebih parah. Sama dengan kemarin, tak ada seorang pun yang bisa menolong mengurangi rasa sakit. Saya panik, tidak tahu harus bagaimana dengan rasa sakit ini. Leher kiri dikompres air hangat, tetap tidak mengurangi rasa sakit. Saya kemudian ke tempat tidur, rebah, seperti kemarin, tanpa bantal. Akhirnya saya menemukan rasa nyaman, tidak merasakan sakit lagi. Anehnya, dalam kondisi seperti ini yang terpikirkan justru tulisan-tulisan saya di salah satu website. Sehingga secara refleks saya sms pada seseorang, bahwa saya tidak sanggup lagi menulis. Belakangan saya terus memikirkan "peristiwa sms" tersebut.
Keesokan harinya, saya tidak mau beranjak dari tempat tidur. Saya sangat trauma dengan rasa ”sakit”. Esoknya, dengan diantar suami, saya ke dokter spesialis syaraf di rumah sakit swasta di Bandung. Setelah melihat hasil rontgen tulang hasil rujukan dari dokter umum, beliau mengatakan tulang punggung saya sedikit osteoporosis tetapi tidak ada hubungannya dengan sakit di leher. Lebih baik difisioterapi dulu setiap 2 hari sekali. Saya diberi obat Arxocia 60 mg tab. yang diminum 2 x1 tablet. Selama difisioterapi, saya tidak kuat duduk, sehingga harus tiduran dalam posisi miring ke kiri menekan leher yang sakit. Tiga kali dilakukan fisioterapi tidak ada perubahan. Oleh saudara kembar saya yang dokter, saya disarankan pindah ke dokter spesialis syaraf yang lebih senior dan agar dilakukan tindakan MRI. Saudara kembar saya kemudian memberi saya resep obat Celebrex 200 mg.
Akhirnya saya pindah ke dokter spesialis syaraf yang lebih senior. Setelah memeriksa leher kiri saya dan mendengar segala keluhan sakit saya, saya diberi resep obat analgetik Lyrica (1x1 minum) dan surat rujukan MRI. Usai pemeriksaan MRI, saya kembali ke dokter spesialis syaraf dan memperlihatkan hasil MRI. Setelah dilihat, hasil MRI menunjukkan ada kelainan tulang punggung. Malam itu juga saya dirujuk ke dokter spesialis tulang. Menurut dokter, tulang punggung saya terkena TBC dan harus diopname.
Selama melakukan kontrol ke dokter dan menjalani pemeriksaan MRI, merupakan siksaan bagi saya. Saya tidak kuat berdiri lama. Kalau berdiri lama, seperti ada yang menyerang kepala saya. Saya selalu ingin rebah, sehingga kemana-mana saya membawa bantal. Di mobil rebah, di ruang tunggu rebah, sambil leher kiri terus ditekan. Posisi rebah membuat saya nyaman.

Sabtu, 05 Desember 2009

Melacak “Blogs”

Saya jadi tambah semangat menulis ketika mengetahui tulisan saya ”Melacak tulisan”, yang baru saja diposting sudah masuk urutan 4 teratas Blogs Popular with Hamar Readers Today dan urutan 3 Blogs Popular with Svartskog Readers Today. Kemudian di Google masuk urutan ketiga halaman satu dari sekitar 142.000 hasil telusur (5/12-2009). Sampai sekarang saya masih heran dan takjub, dengan desain blog yang sangat sederhana, tulisan saya bisa masuk halaman pertama Google dan tembus ke Blogs Popular. Saya jadi ingin tahu berapa jumlah Blogs dalam site:feedjit.com pojok iswi. Luar biasa, jumlahnya mencapai 123, menghabiskan 13 halaman. Namanya pun unik-unik. Dengan adanya pemeringkatan ini memacu saya untuk menghasilkan tulisan terbaik. Harapan saya, tulisan saya selalu ada di halaman satu Google dan masuk jajaran Top Bloggers Today. Ada 3 keuntungan. Pertama, memudahkan saya untuk melacak tulisan saya. Kedua, dengan tulisan ada di halaman satu, di mana pengunjung mengetik kata kunci yang sama dengan judul tulisan saya, diharapkan semakin banyak orang yang berkunjung ke blog saya. Ketiga, di Top Bloggers Today saya bisa jalan-jalan berkunjung ke blog yang sudah terpilih.

Kamis, 03 Desember 2009

Melacak "Tulisan"

Saya termasuk pendatang baru (generasi immigrant) di dunia blogger. Wajar kalau saya penasaran dengan nasib tulisan-tulisan saya. Alhamdulillah, dari hasil telusuran saya di Google, saya menemukan sebagian besar tulisan saya ada di halaman satu. Bahkan dua tulisan saya masuk Top Bloggers Today versi feedjit.com. Sebagai bukti hasil telusuran, saya print-out untuk dokumen.
Berikut hasil telusuran dengan menggunakan kata kunci dari judul tulisan saya :
 27/11-2009 ”Generasi Digital & Generasi Immigrants” di urutan 4 Blogs Popular with Aros Readers Today
 28/11-2009 ”Generasi Digital & Generasi Immigrants” di urutan 5 dari sekitar 3.150 telusur
 29/11-2009 ”Urgensi Penulisan Autobiografi” di urutan 1 dari sekitar 817 hasil telusur dan masuk daftar Aros Blogs-Top Aros Bloggers Today
”Generasi Digital & Generasi Immigrants” di urutan 1 Blogs Popular with Aros Readers Today
 30/11-2009 ”Teori Belajar Usang” di urutan 4 dari sekitar 979.000 hasil telusur. ”Pengaruh Tulisan” di urutan 8 dari sekitar 856.000 hasil telusur
Sampai tulisan ini diposting, ”Generasi Digital & Generasi Immigrants” serta ”Urgensi Penulisan Autobiografi” posisinya masih bertahan.
 01/12/2009 dari feedjit.com urutan 1-8 dari 8 hasil telusur untuk ”Urgensi Penulisan Autobiografi” adalah:
o Falkenstein Blogs – Top Falkenstein Bloggers Today
o Aros Blogs – Top Aros Bloggers Today
o Oterbekk Blogs – Top Oterbekk Bloggers Today
o Skjaerhollen Blogs – Top Skjaerhollen Bloggers Today
o Veme Blogs – Top Veme Bloggers Today Bloggers Today
o Kolbotn Blogs – Top Kolbotn Bloggers Today
o Sitekek Blogs – Top Sitekek Bloggers Today
o Kalensuda Blogs – Top Kalensuda Bloggers Today
Tulisan dengan judul/kata kunci di atas pernah masuk daftar Pendowo Blogs – Top Pendowo Bloggers Today (Indonesia >>West Java>> Pendowo Blogs. Saya melacaknya melalui telepon genggam, tetapi setelah saya lacak lagi di komputer ternyata sudah menghilang.
Sekedar catatan, setiap kata/kalimat dalam sebuah tulisan bisa jadi kata kunci tergantung kepentingan pengunjung.