Kamis, 10 Desember 2009

TBC Tulang (II)

Tanggal 27 Oktober 2009 sore hari saya diopname di rumah sakit. Malamnya, tangan kiri saya mulai diinfus. Lima hari pertama di rumah sakit saya ditangani 3 dokter spesialis (internis, syaraf, tulang). Saya menjalani pemeriksaan radiologi CT-Brain Scan, MR Brain, Thorax, USG Cervival, darah, mantoux test (ppd). Hasilnya saya mengalami anemia hipokrom mikrositer, hamoglobin 10,4, fosfatase alkali-H 180, curiga spondylitis TBC T5, 6, 7 dengan paravertebral abscess, lesi osteolitic C1 & condylus occipitalis (L) + prevertebral infiltrat & cervical neuralis C1-2 (CT-Brain Scan), curiga spondylitis TBC T5, 6, 7 dengan paravertebral abscess mencurigakan osteomyelitis & ibfiltrat TBC (MR-Brain), observasi neck pain + TB (Thorax), nyeri tekan paravertebrata setinggi C4? tak jelas adanya massa. Obat-obatan yang saya minum yaitu Lyrica pregabalin 50 mg, Telfast HD 180 mg Tab, Coditam Tab, Rimstar 4-FDC, Aerius 5 mg dan Methycobal 500 pg. Untuk mengatasi anemia, saya dinfus darah sebanyak 2 labu. Karena selama ini yang saya keluhkan sakit di leher kiri, maka setelah menjalani berbagai pemeriksaan, akhirnya dokter-dokter yang menangani saya baru mengetahui dan kemudian menyimpulkan, bahwa sakit di leher kiri saya ternyata ada hubungannya dengan tulang punggung saya yang terkena TBC. Ibarat selang, kuman merayap ke atas, dan menggerogoti tulang leher kiri saya (C1), sehingga terjadi destruksi. Dokter ahli tulang menyarankan, setelah 2 minggu pengobatan TBC sebaiknya dipasang pen di tulang yang terkena destruksi, sambil absesnya dibersihkan.
Pada hari keempat, leher saya mulai dipasang cervical collar s lunak. Namun untuk ke kamar mandi, saya masih turun pelan-pelan dan kepala masih harus disangga dengan tangan.
Pada hari kelima, kulit di tangan dan paha saya bentol-bentol. Hal tersebut diketahui oleh suster yang melap tubuh saya. Saya tidak menyadarinya, dan menduga mungkin karena tempat tidur saya ada sedikit remah makanan yang jatuh sehingga terasa gatal di tubuh. Selama opname, saya sulit duduk, sehingga makan pun dalam posisi tidur miring ke kiri. Sampai hari kelima, saya masih difisioterapi, tidak lagi di leher tapi di punggung. Belakangan saya baru mengetahui, fisioterapi ini tidak banyak manfaatnya.
Pada hari keenam, pada pagi hari brace (rompi penyangga batang tubuh) dan cervical collar s keras dicoba dipakaikan oleh suster. Tetapi saya malah menangis kesakitan, leher saya tidak kuat menahan dalam posisi duduk. Saya ingin terus rebah. Sore harinya, dokter spesialis syaraf melihat bentol-bentol di kulit saya, menandakan adanya alergi obat, sehingga menyuruh suster memanggil dokter spesialis kulit. Pada hari ketujuh, tanggal 31 November 2009 siang, saya pulang. Dengan memakai kursi roda, saya menuju mobil di garasi dengan posisi kepala terus miring kekiri menahan rasa sakit. Di mobil, saya tiduran rebah pakai bantal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar