Jumat, 15 Januari 2010

Budaya Baca

Sungguh menyedihkan, budaya baca masyarakat Indonesia paling rendah di ASEAN, indeksnya baru 9,001. Artinya, dari 1000 penduduk hanya satu yang masih memiliki minat baca tinggi (PR, 4/1-2009).
Jika saya sedang mengajar dan kebetulan menugaskan siswa untuk membuat kliping yang materinya diambil dari surat kabar, banyak siswa yang tidak sanggup. Kebanyakan menawar, bagaimana kalau materinya diambil dari internet. Memang sekarang era digital, tetapi kebiasaan membaca di rumah yang lebih praktis dan murah berawal dari membaca surat kabar. Kalau orangtuanya memberi contoh setiap hari membaca surat kabar, hal ini akan selalu terlihat oleh anak. Diharapkan anak akan meniru perilaku orangtuanya. Jadi, berlangganan surat kabar adalah wajib.
Budaya baca jika terus dikembangkan, sangat besar manfaatnya, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga lingkungan. Seperti yang dilakukan oleh John Wood (mantan eksekutif di Microsoft). Dengan ”Room to Read” John Wood berhasil mengubah dunia yang senyap dengan hiruk pikuk pengetahuan. Berawal dari lembaran-lembaran buku, akhirnya dia berhasil membantu anak-anak miskin mendapatkan pendidikan selama hidup.


http://www.roomtoread.org/Page.aspx?pid=183

Kamis, 14 Januari 2010

Akhirnya Haid Datang Juga

Tulisan ini adalah pengalaman seorang Bunda yang sangat mencintai putrinya. Sesuai dengan syariat Islam, anak perempuan sebaiknya dikhitan. Rasulullah saw. bersabda, "Janganlah terlalu berlebihan ketika memotong, potonglah sedikit saja, karena hal itu yang bisa membuat wajah berseri dan bisa lebih mendapatkan kenikmatan ketika menikah."(HR Abu Dawud, al-Hakim, dan at-Thabrani). Dan mengingat tujuan dari khitan bagi anak perempuan adalah menjaga kebersihan dan kesucian serta dampak positif lainnya terhadap perilaku dan pendidikan anak perempuan (Abdul Mun'im Ibrahim, Mendidik Anak Perempuan:154-155). Maka, ketika usia 39 hari dengan berat badan 5100 gr (tgl.22/11-1997), di Sabtu sore, anak perempuan tersebut dikhitan oleh bidan dekat rumah. Setelah selesai dikhitan, bidan tersebut berkata, ”Anak ini tidak punya lubang untuk keluar darah haid (dalam istilah kedokteran disebut himen inferforata-penulis). Kalau sudah waktunya nanti, sebaiknya diperiksa ke dokter kandungan dan dioperasi selaput daranya. Jangan lupa minta surat keterangan dokter. Ketika akan menikah kelak, tunjukkan surat tersebut pada calon suaminya.” Bidan tersebut kemudian bercerita tentang putrinya yang sekolah di SMP, selaput daranya terpaksa dioperasi untuk mengeluarkan darah haidnya.
Mendengar penjelasan dan cerita bidan tersebut, maka gundahlah hati sang Bunda. Maka, dicarinya informasi tentang haid. Akhirnya ditemukanlah artikel "Haid yang tak Kunjung Datang", di tabloid Swara (suplemen harian KOMPAS) No.52 Thn-1 Kamis 11 November 1999, tulisan dari dr H Yunizaf, SpOG (bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSUPN dr Cipto Mangunkusumo). Bertahun-tahun sudah artikel tersebut disimpan di lemari besi, sebagai bahan rujukan jika putrinya nanti berangkat remaja. Namun secara tak terduga, pagi hari tanggal 14 Januari 2010, sang buah hati berkata pada Bundanya, bahwa dirinya mendapat darah haid. Saking gembiranya, sang Bunda berkata, ”Alhamdulillah, akhirnya haid datang juga.”. Tiga belas tahun sudah sang Bunda memegang kata-kata bidan. Sekarang kata-kata bidan ternyata tidak terbukti. Maka, kepada siapa pun yang berprofesi dan berhubungan dengan tindakan/pemeriksaan medis ini "berhati-hatilah". Sebab hasil tindakan/pemeriksaan medis, serta ucapan akan selalu tersimpan pada benak/memori seorang (Bunda) pasien.