PPDB (Penerimaan
Peserta Didik Baru) di beberapa sekolah negeri, terutama di kota besar, sudah
selesai. Bagi calon siswa yang diterima, sekolah negeri mewajibkan daftar
ulang. Sedangkan bagi calon siswa yang tidak lolos seleksi, terpaksa harus
mencari sekolah lain (sekolah swasta).
Sejak
tahun 2005 saya sudah mengkritisi nepotisme dalam penerimaan siswa baru di
media cetak. Tulisan saya di media cetak dimuat di Galamedia “Sistem PSB Perlu
Dibenahi” (6/6-2005), koran PR dengan judul “Benahi Serius Sisten PSB”
(9/6-2005), “Nurani Guru dalam PSB” (Kompas, 22/5-2007), “Nepotisme dalam PSB”
(Kompas, 11/1-2008), “Pendidikan Gratis Tidak Adil, Guru Sakit Hati” (Kompas,
2/6-2009). Kemudian berlanjut di media online (GuruAntiKorupsi, 13/5-2009). Sampai
tahun ajaran sekarang, nepotisme bukannya dikikis habis seiring dengan
pendidikan karakter, malah difasilitasi, bahkan ada yang dilegalkan melalui
perwal dengan label “Bina Lingkungan” atau “Ramah Lingkungan”. Hal ini
bertentangan dengan instruksi Presiden No. 17 Tahun 2011 tentang Aksi
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi dan Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2012
tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Seperti
yang terjadi di Semarang, surat sakti jadi “free pass”, modus siswa titipan
lolos seleksi rusak sistem pendidikan (SM Cetak, 4/7-2013) dan penambahan poin
nilai kemaslahatan bagi anak guru (SM Cetak, 3/7-2013). Di kota besar lain, ada
sekolah-sekolah negeri tertentu yang juga memfasilitasi anak guru dan tenaga
kependidikan tanpa proses seleksi (bahkan DSP dan SPP pun digratiskan), sehingga ada calon siswa yang posisinya dikalahkan
oleh anak guru yang nilai ujian nasionalnya lebih rendah, karena orangtuanya
mengajar di sekolah itu (Tribunnews.com, 5/7-2013). Di sekolah negeri tertentu,
jalur Bina Lingkungan menjadi pintu masuk anak kerabat guru, komite sekolah
dsb.
Ketika
Ayah saya masih menjabat dosen salah satu Perguruan Tinggi terkemuka, beliau
tidak mau memanfaatkan jabatannya untuk memasukkan saya ke salah satu fakultas
yang saya minati. Kini saya menjabat sebagai guru PNS, saya pun melakukan hal
yang sama yaitu tidak menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi. Saya
tidak ingin menyakiti calon siswa lain yang notabene tidak mempunyai akses
pendidikan dengan melakukan jalan pintas. Sebaliknya, saya pun selalu menolak
kalau ada orangtua yang menitipkan anaknya tidak sesuai prosedur.