Kamis, 06 Mei 2010

Ketika Pertama Kukenal Dirimu

Angin semilir masuk jendela bus kota
Matahari menyengat wajahku
Kebisuan mendekam lamunanku
Mengapa sunyi tak mau jua pecah?
Ketika aku semakin rindu kata-kata

Dari halte ke halte
Dari mata ke mata
Dari hati ke hati
Dari bibir ke bibir
”kenalan yuk!”

pelan-pelan sinar matahari tumpah
di wajahmu
di wajahku
pipimu merah
pipiku merah
ah!


Ketika saya membaca rubrik TUNGGU DULU (Pikiran Rakyat, 6 Mei 2010, AFP), "cinta pada pandangan pertama bisa terjadi di mana saja, termasuk di dalam bus", saya jadi teringat puisi di atas, yang saya tulis pada 8 Juni 1983 dan dimuat di HU Bandung Pos (Pesta Puisi). Alkisah, satu perusahaan bus di Kopenhagen Denmark, menyediakan tempat duduk khusus pada 103 unit busnya dengan nama ”kursi cinta”. Tempat duduk tersebut berwarna merah sebagai tanda untuk mencari jodoh, disamping untuk memotivasi pemilik kendaraan pribadi supaya tidak menggunakan mobilnya guna menghindari kemacetan. Kalau tidak macet dan berdesak-desakan, naik bus kota memang mengasyikkan, ditambah udara sejuk dan pepohonan yang masih rindang. Namun saat ini dengan bertambahnya jumlah penduduk dan udara siang hari yang sangat panas, naik bus kota kadang tidak nyaman, karena harus berdesak-desakkan. Sebagian penumpang harus berdiri karena tidak mendapat kursi tempat duduk. Itulah gambaran bus kota di berbagai kota besar di Indonesia, boro-boro ada ”kursi cinta”.

2 komentar: