Senin, 03 Mei 2010

Menjadi Diri Sendiri


Dalam hasratku
akulah musuhku
bersitatap dalam dekap
kubawa bertempur

aku datang dalam langkah kekal
melalui pikiranku
hampa, meski kutahan dan
kubawa mabuk
kuasing diriku
kutinju bicaraku, agar
tak sampai gila
kurasa di luar diriku ada batu
ada api
lantas kuturuni jurang


Puisi tersebut saya tulis pada 11 September 1985, dimuat di HU Bandung Pos dalam rubrik Pesta Puisi. Ketika saya membaca tulisan Kierkegaard ”Pergulatan Menjadi Diri Sendiri”, saya merasakan jiwa muda saya dulu memiliki kesamaan dengan filsuf kelahiran Kopenhagen, Denmark, 5 Mei 1813 ini. Pergulatan jiwa yang resah, bosan, hampa, melankolis, mudah berdebat, perasaan yang sangat peka, suka menulis di buku catatan harian dan media cetak. Bedanya, Kierkegaard seorang filsuf besar dan pemikir penting, yang buah pikirannya abadi sampai saat ini. Sedangkan saya hanya penulis biasa dengan tulisan yang biasa-biasa saja.
Pemikiran Kierkegaard diantaranya ”I choose, therefore, I exist”, baru saya kenali dan pahami sekarang ini. Namun aktualisasinya sebetulnya sudah saya lakukan sejak saya mahasiswi. Saya suka menulis opini di rubrik Surat Pembaca, yang isinya menentang arus, melawan kebijakan yang saya anggap tidak adil. Dampak yang saya rasakan yaitu saya merasa terasing dari sistem karena berjuang sendirian. Saya pun mendapat kecaman, bahkan pernah sampai harus berurusan dengan hukum. Namun kini saya sadari, setelah membaca buah pikiran Kierkegaard, itulah bagian dari perjalanan menjadi diri sendiri. ”Pada akhirnya, orang harus menemukan peran dan tempatnya dalam kehidupannya” (Judge William dalam Either/Or). Sumber : Kierkegaard dan Pergulatan Menjadi Diri Sendiri, Thomas Hidya Tjaya, KPG, Maret 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar