Sabtu, 27 Maret 2010

Jadilah Panutan


Tiba-tiba kusadari:
”Andaikan yang pertama-tama kuubah adalah diriku,
Maka dengan menjadikan diriku panutan,
Mungkin aku bisa mengubah lingkunganku...”

Sepenggal puisi karya Abu Yazid Al-Bisthami (Ibnu Muhammad Salim, Keajaiban Istigfar : 14) yang saya ubah kata terakhirnya, kini selalu menjadi pengingat bagi saya dalam menulis. Kebiasaan saya selama ini selalu mengkritisi hal-hal yang saya anggap menyimpang dari peraturan. Dalil yang saya pegang adalah ayat-ayat Al-Quran (tentang amr ma’ruf nahi munkar) : ”...hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, memerintahkan perbuatan yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran [3]: 104).

Menurut Al-Ghazali (Amr Ma’ruf Nahi Munkar : 79), ”Dalil-dalil agama, secara umum, menunjukkan kuatnya kewajiban ber-amr ma’ruf nahi munkar dan besarnya bahaya berdiam diri ketika menyaksikan suatu kemungkaran”.

Berdiam diri, itulah yang saya saksikan di negeri ini melihat berbagai kemungkaran. Tidak hanya berdiam diri, bahkan menutup-nutupi dengan alasan menjaga citra lembaga. Yang lebih parah adalah bukannya memberantas kemungkaran, justru ikut bermain didalamnya, dengan alasan karena merupakan suatu kebijakan. Kebijakan yang bersifat koruptif. Tidak heran, bila saat ini Indonesia merupakan sarangnya korupsi. Pejabat-pejabat yang seharusnya menjadi panutan, justru terlibat korupsi. Sungguh memalukan. Kalau ditelusuri akarnya, mungkin saja dulu, pada waktu sekolah membenarkan segala cara (menyontek, kolusi, nepotisme). Di lain pihak, para guru dan orangtua selalu menekankan nilai ”kejujuran” pada siswa-siswi dan putra-putrinya. Saya hanya bisa menghimbau kepada para guru, orangtua, termasuk kepada saya sendiri (selaku guru dan orangtua), jadilah panutan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar