Rabu, 14 April 2010

Sebuah Puisi Untuk Tuhan


Beri aku cawan kasih dari pulir batinMu
kan kureguk dengan kehausan seorang bayi
yang mencari puting susu ibunya

Beri aku kasih sayang ibu, biar kukoyak
duka ini dengan rindu, dengan budi atau
secangkir kebahagiaan, kan kutuang dalam puisi
kabung abadi
namun itu tidak terjadi
kesepian merobek kelam, lalu membunuhnya
dengan sejuta rindu dan pengharapan
dengan sejuta kasih dan penantian
kucari pelita itu
menyusuri kembang mimpi
lantas mengecupnya hingga tergeletak dalam sunyi

Tuhan, jangan biarkan aku mati terkapar sendiri
ingin kutelan dulu firman-firmanMu yang suci
walau kegelapan dan kemunafikan selalu bersembunyi
bias kasihMu yang abadi pada batinku sepanjang hari
bila ada dosa tercecer antara ruang dan waktu
maka Tuhan maafkan dosaku yang terantuk batu
maafkan dosa Ibu bila lupa memberi susu.


Puisi tersebut saya tulis pada 13 Juni 1980, saat saya masih remaja, di mana kerinduan terhadap Ibu dalam pengertian psikologis sangat memuncak. Kini saya adalah seorang Ibu. Bercermin dari masa lalu, saya curahkan segenap perhatian dan kasih sayang pada anak-anak yang saya lahirkan. Saya susui dengan ASI, hingga tidak lagi menetes. Saya sekolahkan di sekolah agama terbaik. Saya sempatkan menunggui anak sekolah sambil membaca buku. Saya leskan aritmatika, bahasa Inggris, renang dan robotics. Saya belikan buku-buku supaya minat bacanya tumbuh. Saya didik mereka dengan akhlak yang baik. Dan masih banyak hal lain.... Namun, seperti kata penyair Kahlil Gibran (Sang Nabi) :

”Anakmu bukan milikmu.
Mereka putera-puteri Sang Hidup yang rindu pada diri sendiri
Lewat engkau mereka lahir, namun tidak dari engkau,
Mereka ada padamu, tapi bukan hakmu”

Anak-anak saya kini telah berangkat remaja, tumbuh dengan kecerdasan yang tak pernah saya miliki. Mereka adalah generasi digital, jauh melesat seperti anak panah.

”Jiwa mereka adalah penghuni masa depan,
yang tak dapat kukunjungi, sekalipun dalam impian”

(Kahlil Gibran, Sang Nabi, dengan sedikit perubahan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar