Senin, 16 November 2009

Pengaruh Tulisan

Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa terlepas dari pengaruh orang lain. Demikian juga saya. Saya selalu mengagumi apa yang sudah dicapai orang lain (kisah orang-orang yang saya anggap sukses), baik menyangkut buah pikiran maupun hasil karya.
Rubrik yang sering saya baca mengenai kisah orang-orang sukses yaitu ”SOSOK” yang dimuat secara rutin di media cetak KOMPAS (kecuali hari Minggu). Kebetulan saya member survey via sms PEMBACA KOMPAS. Yang sering ditanyakan dalam survey tersebut adalah seberapa besar (dalam skala nilai 1 s/d 10), tokoh SOSOK yang saya baca hari ini memberi inspirasi. Saya selalu memberi nilai 10, karena memang tokoh SOSOK yang ditampilkan bagi saya sangat luar biasa. Saya kagum dengan apa yang sudah dilakukannya, terutama karena manfaatnya yang sangat besar bagi orang lain.
Tokoh atau sosok selalu muncul dalam pelajaran sejarah. Dalam sejarah Indonesia kita mengenal sosok seperti Bung Karno dan Bung Hatta, Bung Tomo, dan baru-baru ini tokoh yang diangkat sebagai pahlawan yaitu Ahmad Subardjo (Menteri Luar Negeri periode 1945-1952). Dalam sejarah dunia, kita mengenal sosok Gandhi, Jawaharlal Nehru, Kemal Attatturk. Sosok yang dianggap sebagai pendiri bangsa, pembela kebenaran melawan penjajahan. Sayang, sosok-sosok dalam pelajaran sejarah ini, kepahlawanannya tidak bisa lagi menjiwai generasi muda saat ini. Generasi muda sekarang bisa membaca tulisan di KOMPAS cetak tentang Tokoh Muda Inspiratif (rubrik Politik & Hukum) yang ditulis secara bersambung.


eddymesakh.wordpress.com/.../


Ada pun pengaruh tulisan terhadap saya, saya sering ”larut” bahkan ”masuk” ke dalam tulisan orang yang saya kagumi. Di mata saya, ”tulisan” orang tsb. begitu ”hidup”, sampai menguasai pikiran. Demikian besar pengaruh ”tulisan” sampai saya tergerak melakukan hal yang sama.
Selain tulisan yang memberikan pengaruh, ada juga tulisan yang tidak memberikan pengaruh bagi pembacanya. Begitu selesai dibaca, maka menguaplah apa yang sudah dibaca, tidak meninggalkan bekas apapun. Contohnya, tulisan saya yang dimuat di rubrik Surat Pembaca pada salah satu media cetak terbitan nasional tidak direspons. Rupanya tulisan saya dianggap tidak penting oleh instansi terkait.
Pada akhirnya, pengaruh tulisan tergantung kepada pribadi masing-masing, seberapa besar menghayatinya. Bryan Magee mengatakan dalam bukunya "Confessions of a Philosopher", "Bahkan, kata-kata kosong makna menjadi pola keseharian di seluruh media massa, termasuk dalam media pers yang disebut sebagai pers bermutu". Menurut pendapat saya, setiap lembaga negara pemerintah wajib menjawab surat rakyat yang minta penjelasan, minimal melalui humasnya. Untuk pejabat yang mengabaikan surat rakyat, bagaimana hukumnya?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar