Senin, 16 November 2009

Teori Belajar Usang

“Teori belajar yang kita gunakan sudah usang. Teori belajar yang baru mengatakan, setiap anak itu mampu asal diberi perlakuan yang cukup. Dengan teori tersebut, seharusnya dalam mendidik siswa, guru benar-benar memperhatikan dan mendalami setiap kekurangan serta kelebihan siswa. Di Indonesia, dengan keterbatasan tenaga guru saat ini, memaksa mereka harus mengajar 24 jam per minggu (untuk memperoleh tunjangan profesi) dengan kuota kelas 40 siswa. Waktu ajar yang demikian panjang, menjadikan guru tidak lagi segar saat harus berinteraksi dengan para siswa sehingga berpengaruh kepada kualitas ajarnya” (Said Hamid Hasan, UPI, Pikiran Rakyat, 12/11-2009).
Kutipan tersebut memperkuat tulisan saya sebelumnya ”Jam Kerja Guru”, bahwa bagaimana pun kemampuan guru terbatas. Sebaiknya pejabat yang mewajibkan guru mengajar 24 jam tatap muka per minggu terjun langsung ke lapangan (sekolah), merasakan (berempati) dengan kehidupan keseharian guru. Rasakan bagaimana mengajar jumlah kelas banyak, dengan jumlah siswa yang demikian banyak, ditambah sebagian siswa tidak punya buku pegangan (buku paket). Dengan adanya larangan jual buku/LKS (Lembar Kerja Siswa) di sekolah, sebagian siswa keberatan (enggan) beli buku paket di luar sekolah, karena harganya cukup mahal atau siswa sendiri malas/enggan membeli buku. Sedangkan di perpustakaan, ketersediaan buku paket minim.
Dengan jam mengajar yang padat, ditambah jumlah kelas dan siswa yang banyak, sulit bagi guru untuk mengembangkan diri, karena waktunya tersita untuk pembuatan administrasi sekolah, pemeriksaan tugas-tugas siswa, ulangan/remedial dan sebagainya.
Sekretaris FGII (Federasi Guru Independen Indonesia), Iwan Hermawan mengakui, mengajar 24 jam seminggu menyebabkan guru tidak bisa memberikan pelayanan secara individu kepada siswa (Pikiran Rakyat, 12/11-2009).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar